![]()
Dear Mbak Nahla yang Abi cintai,
Anak perempuan pertama Abi dan Umi,
Helwah sanah bi alfi mabruk…
Selamat ulang tahun, Nak.
Hari ini, 20 April 2025, kamu genap 14 tahun. Waktu berjalan begitu cepat. Seakan baru kemarin Abi menggendongmu kecil-kecil, membedongmu dengan kain batik hadiah Mbah Kaji dan Mbah Ti, dan mendengar tangis pertamamu di ruang bersalin. Dan hari ini, kamu sudah duduk bersimpuh di pondok Umi Zaenab, An Najiyah 2 Tambak Beras—meniti jalan ilmu dan pengabdian yang tidak ringan, tapi mulia.
Setiap malam, dalam shalat jamaah kita, Abi tak pernah lupa mendoakanmu:
“Allahummaj‘al auladana min ahlil ‘ilmi, wa ahlil khairi, wa ahlit taqwa, wa ahlil barakah, wal istiqamah.”
Semoga engkau tumbuh menjadi anak yang penuh ilmu, kebaikan, takwa, keberkahan, dan istikamah. Aamiin.

Beberapa hari lalu kamu sempat mengingatkan Abi: “Abi, bentar lagi ulang tahun Nahla, loh…”
Dan Abi tersenyum. Naluri Abi langsung menebak, pasti kamu berharap sesuatu yang istimewa. Dulu, sebelum pandemi, kamu juga pernah minta ulang tahun dirayakan bersama teman-teman sekolah. Kamu ingin berbagi makanan, bingkisan, dan mentraktir ke kantin sekolah. Abi tahu, itu bukan sekadar ikut-ikutan. Itu caramu mengekspresikan rasa bahagia, rasa ingin berbagi.
Tapi di rumah ini, di keluarga kita, Abi dan Umi ingin mengajarkan makna yang lebih dalam dari sekadar tiup lilin dan kue ulang tahun. Ulang tahun adalah momentum merenungi betapa Allah telah meminjamkan umur, menitipkan nyawa, dan memberi ruang tumbuh di bumi-Nya. Maka wujud syukur terbaik bukan pesta, tapi doa. Bukan keramaian, tapi kebersamaan yang hangat dan penuh makna.
Hari ini, kesibukan Abi tetap luar biasa. Pagi hingga siang Abi mengajar, berbagi ilmu dengan anak-anak didik Abi di sekolah. Sore hingga malam, Abi harus turun tangan mengurus usaha travel Banyumili—mengatur jadwal, mengecek armada, memastikan setiap penumpang aman dan nyaman dalam perjalanan mereka.
Capek? Iya, Nak. Berat? Tentu saja. Tapi semua itu Abi jalani dengan sabar dan ikhlas. Karena Abi tahu, di ujung setiap peluh dan lelah itu ada kamu, Nahla… ada Nala, dan ada Naja. Kalian adalah alasan Abi terus melangkah, alasan Abi bertahan, dan alasan Abi tak pernah menyerah.
Meski kamu kini jauh di Jombang, menuntut ilmu dan menapaki jalan kebaikan, setiap detak jam di rumah kita tetap berdetak atas namamu. Doa Abi dan Umi tak pernah absen, menyebut namamu di antara harapan-harapan kami yang paling dalam. Kami rindu, Nak. Tapi kami juga bangga.
Nak, Abi ingin kamu tahu…
Abi tidak pernah merayakan ulang tahun secara khusus. Dulu, saat masih kecil, tradisi keluarga Abi hanya mengadakan bancakan sederhana di hari weton—tasyakuran kecil bersama teman-teman sebaya. Tidak ada balon, tidak ada lilin. Hanya nasi, doa, dan wajah-wajah bersyukur.
Itulah kenapa Abi ingin kamu juga tumbuh berbeda. Tumbuh kuat di tengah budaya yang kadang membuat kita lupa makna. Tumbuh jadi anak perempuan yang tidak ikut arus, tapi menjadi cahaya bagi sekitarnya. Yang tahu bahwa syukur itu bukan dipamerkan, tapi dijalani.
Ulang tahun boleh dirayakan, Nak. Tapi rayakanlah dengan cara yang membuat langit ikut tersenyum. Doa bersama, memasak seadanya, bersedekah, atau mengirimkan doa untuk orang-orang yang kita sayangi. Itu jauh lebih berharga dari sekadar meniup lilin.
Nahla…
Abi mencintaimu dengan seluruh jiwa. Terima kasih sudah menjadi anak yang sabar, lembut, dan penuh semangat belajar. Doakan Abi dan Umi juga, agar selalu diberi kekuatan untuk membimbingmu dengan cinta yang tak habis-habis.
Selamat ulang tahun ya, sayang…
Semoga di usia 14 ini, kamu semakin menjadi perempuan yang kuat, tangguh, dan bercahaya karena iman dan ilmu. Teruslah nyantri dengan ikhlas, belajar dengan sungguh, dan jadilah Nahla yang membuat langit dan bumi bangga.
Peluk rindu dari jauh,
Abi
Sismanto Kumpul dan Berbaris . . .